Rabu, 28 April 2010

Kemiskinan Selalu Jadi Objek Politik

Kupang - Kemiskinan di Indonesia, termasuk di Nusa Tenggara Timur (NTT), selalu dieksploitasi sebagai objek transaksi politik, sehingga terkesan kemiskinan itu dipelihara dan dilestarikan. “Pada arena politik, kemiskinan selalu dijadikan objek untuk kepentingan kelompok tertentu sebagai senjata untuk menang dalam berpolitik,” kata pengamat politik dari FISIP Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, David Pandie, di Kupang, Rabu (1/7).

Dia menyampaikan pandanganya tersebut ketika menjadi pembicara dalam rapat koordinasi “International NGO Forum on Indonesian Development” (Infid) Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan NTT. Menurut dia, NTT sampai saat ini masih dikenal sebagai provinsi miskin, sehingga lebih terkenal karena faktor buruk daripada baiknya. Pelembagaan ikon miskin ini di dalam masyarakat NTT juga diterima tanpa malu.

Bahkan, lanjut David, akhir-akhir ini, kemiskinan dijadikan sebagai strategi untuk memancing program atau dijadikan iklan politik sesaat, dalam rangka mobilisasi dan kapitalisasi dukungan politik. Karena itu, ia menilai subjek miskin sebagai fakta belum dilihat secara otentik, tetapi malah mengalami kesepian dari berbagai aksi untuk mengatasi kemiskinan tersebut. Meskipun pada tataran agenda, terdapat kecenderungan mereproduksi program-program yang berlabel pengentasan kemiskinan.

“Sudah saatnya kita memandang kemiskinan dari segi moral yang menempatkan fakta-fakta kemiskinan sebagai keadaan yang melukai martabat manusia,” katanya. Menurut dia, kemiskinan dalam strategi pembangunan di daerah sering mengabaikan fakta sosial, sehingga kemiskinan menjadi abstrak dan berliku-liku didefinisikan, dibandingkan kemiskinan sebagai pengalaman kemanusiaan yang nyata dalam wajah kelam dan tragis, seperti kelaparan, kematian, kesakitan, kebodohan, pengangguran dan ketergantungan.

Salah satu fakta yang konkret kemiskinan di NTT adalah kemiskinan perempuan dan anak. Di mana, perempuan dan anak merupakan kelompok termiskin dari mereka yang dikategorikan miskin. “Kelompok perempuan dan anak adalah kelompok yang paling menderita dari kemiskinan, seperti gagal panen, bencana alam dan lainnya,” katanya. (ayu/ant)

Diposkan oleh INFID JAKARTA di 21:08
http://infid-news.blogspot.com/2009/07/infid-kemiskinan-selalu-jadi-objek.html
diunduh tanggal 28 april 2010 pukul 17.16 wib

Pendapat saya :
Ya, bukan hanya di NTT saja kemiskinan menjadi objek politik, di daerah-daerah lainnya juga kemiskinan dijadikan objek politik. Apalagi pada saat musim kampanye, baik itu pemilihan kepala daerah atau yang lainnya. Terkesan rakyat miskin jika diberi imbalan, maka mereka akan menuruti apa yang diingini oleh kelompok-kelompok tertentu, hal itu terjadi disebabkan, pendidikan rakyat yang masih minim, dan karena ketidaktahuan mereka, maka mereka berpikir siapa yang memberi maka itulah orang yang yang harus mereka pilih. Hal-hal seperti itu yang selalu dimanfaatkan kalangan tertentu untuk berpolitik. Tapi sekarang, menurut saya, sudah saatnya bangsa Indonesia berpilitik secara bersih, jangan lagi memanfaatkan rakyat miskin sebagai senjata untuk menang dalam berpolitik.

1 komentar:

  1. Ya, bukan hanya di NTT saja kemiskinan menjadi objek politik, di daerah-daerah lainnya juga kemiskinan dijadikan objek politik. Apalagi pada saat musim kampanye, baik itu pemilihan kepala daerah atau yang lainnya. Terkesan rakyat miskin jika diberi imbalan, maka mereka akan menuruti apa yang diingini oleh kelompok-kelompok tertentu, hal itu terjadi disebabkan, pendidikan rakyat yang masih minim, dan karena ketidaktahuan mereka, maka mereka berpikir siapa yang memberi maka itulah orang yang yang harus mereka pilih. Hal-hal seperti itu yang selalu dimanfaatkan kalangan tertentu untuk berpolitik. Tapi sekarang, menurut saya, sudah saatnya bangsa Indonesia berpilitik secara bersih, jangan lagi memanfaatkan rakyat miskin sebagai senjata untuk menang dalam berpolitik.

    BalasHapus