Kamis, 29 April 2010

Selebritis Masuk Dunia Politik

Selebritis Masuk Dunia Politik

Selebritis masuk dunia pilitik, sah-sah saja. Dilihat dari sudut pandang hak asasi manusia, mereka pun anak bangsa yang memiliki hak yang sama untuk manduduki kursi dewan. Tidak masalah jika mereka ingin berkarya untuk bangsa dan negaranya sendiri. Asal dilandasi dengan niat yang tulus untukbenar-benar mengabdi kepada bangsa ini. Mungkin dari segi materi dan popularitas, para selebriti sudah cukup mampu untuk bersaing mendapatkan kursi dewan. Tetapi bukan hal itu saja yang dilihat sebagai ukuran untuk pencalonan sebagai anggota dewan. Namun harus juga dilihat sisi kemampuan dari selebritis tersebut, dapat dilihat dari latar belakang pendidikan, keluarga dan lain-lain.
Tapi jika akhir-akhir ini muncul calon wakil bupati pacitan yang dari kalangan selebritis yakni Julia Perez yang terkenal sebagai artis panas dan sensasional, mungkin kebanyakan orang menentang keputusan partai yang meminang Julia Perez sebagai calon wakil bupati pacitan, tetapi menurut saya, tidak masalah jika Julia Perez maju mersaing menduduki kursi wakil bupati pacitan. Pekerjaannya sebagai selebritis yang menuntut Julia Perez untuk berpakaian seksi, perpose seksi, dll. Menurut saya jika Julia Perez sungguh-sungguh ingin berkarya untuk negeri ini, Julia pasti akan meninggalkan pekerjaannya sebagai artis dan membangun citranya yang baru sebagai calon wakil bupati pacitan yang layak dipilih oleh rakyatnya.
Tapi pertanyaanya yang terus akan ada di benak masyarakat kita adalah sebenarnya seperti apakah tolak ukur sesorang layak atau tidak menduduki kursi dewan di Negara kita ini?ataukah hanya mengandalkan materi dan popularitas?

Rabu, 28 April 2010

Pemerintah Vs Pedagang Kaki Lima(PKL)

Pemerintah Vs Pedagang Kaki Lima(PKL)

Hampir setiap hari berita di televisi-televisi atau media cetak kita, dipenuhi tentang penertiban wilayah-wilayah yang dihuni Pedagang Kaki Lima (PKL) oleh aparat trantib dan aparat keamanan daerah. Ironisnya, setiap pemuatan berita tentang penertiban PKL selalu dibarengi dengan bentrok fisik dan selalu ada korban. Hal itu terjadi terus-menerus bagaikan aktivitas yang sudah menjadi kemestian adanya. Sehingga gambaran yang nampak di permukaan adalah, sebuah potret masyarakat yang selalu didera konflik terus-menerus tanpa ada kepastian penyelesaian. Atau memang jenis masyarakat kita -- dari mulai penguasa sampai rakyatnya -- adalah masyarakat yang "sakit". Sakit di sini dimaknai, meminjam istilah ahli psikologi yang dinamakan "patologi sosial", yakni semacam penyakit jiwa yang kaitannya dengan pola hubungan sosial.

Oleh karena itu, dalam konteks untuk mencari jalan keluar yang win-win solution diatara kedua pihak, semestinya ada alat kontrol selain perundang-undangan, yakni pendekatan-pendekatan yang sifatnya sosio-kultural. Sosio-kultural yang dimaksud adalah pendekatan yang melibatkan tradisi-tradisi setempat dengan tidak melepaskan sama sekali aturan perundang-undangan yang berlaku. Semisal, menertibkan PKL di daerah yang nota-bene masyarakat religius, maka pemerintah dalam hal ini mengikutsertakan tokoh-tokoh agama atau masyarakat yang dianggap mempunyai kharisma oleh mereka.

Prioritas yang paling penting bagi pemerintah daerah dalam hal ini, bahwa pemerintah melalui aparat trantib dan aparat keamanannya berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari dari bentrok fisik dengan PKL. Bagaimanapun juga, mereka (PKL) adalah anak-anak bangsa yang mempunyai hak yang sama di mata hukum untuk mencari penghidupan yang layak selagi pemerintah tidak dapat membantu hajat hidup mereka. Pemerintah di sini bukanlah satu-satunya yang memiliki seluruh aset bangsa ini. Pemerintah seyognya menjadi "serve of society" atau pelayan masyarakat, bukan sebaliknya sebagai "tuan tanah" yang selalu menghakimi dengan cemeti pada para pelayan-pelayannya. Mungkin realitas inilah yang salama ini terjadi di negeri ini?

http://yoeswibi.blogspot.com/2007/09/pemerintah-vs-pedagang-kaki-lima-pkl.html
diunduh tanggal 28 april 2010 pukul 17.01 wib
Kemiskinan Selalu Jadi Objek Politik

Kupang - Kemiskinan di Indonesia, termasuk di Nusa Tenggara Timur (NTT), selalu dieksploitasi sebagai objek transaksi politik, sehingga terkesan kemiskinan itu dipelihara dan dilestarikan. “Pada arena politik, kemiskinan selalu dijadikan objek untuk kepentingan kelompok tertentu sebagai senjata untuk menang dalam berpolitik,” kata pengamat politik dari FISIP Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, David Pandie, di Kupang, Rabu (1/7).

Dia menyampaikan pandanganya tersebut ketika menjadi pembicara dalam rapat koordinasi “International NGO Forum on Indonesian Development” (Infid) Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan NTT. Menurut dia, NTT sampai saat ini masih dikenal sebagai provinsi miskin, sehingga lebih terkenal karena faktor buruk daripada baiknya. Pelembagaan ikon miskin ini di dalam masyarakat NTT juga diterima tanpa malu.

Bahkan, lanjut David, akhir-akhir ini, kemiskinan dijadikan sebagai strategi untuk memancing program atau dijadikan iklan politik sesaat, dalam rangka mobilisasi dan kapitalisasi dukungan politik. Karena itu, ia menilai subjek miskin sebagai fakta belum dilihat secara otentik, tetapi malah mengalami kesepian dari berbagai aksi untuk mengatasi kemiskinan tersebut. Meskipun pada tataran agenda, terdapat kecenderungan mereproduksi program-program yang berlabel pengentasan kemiskinan.

“Sudah saatnya kita memandang kemiskinan dari segi moral yang menempatkan fakta-fakta kemiskinan sebagai keadaan yang melukai martabat manusia,” katanya. Menurut dia, kemiskinan dalam strategi pembangunan di daerah sering mengabaikan fakta sosial, sehingga kemiskinan menjadi abstrak dan berliku-liku didefinisikan, dibandingkan kemiskinan sebagai pengalaman kemanusiaan yang nyata dalam wajah kelam dan tragis, seperti kelaparan, kematian, kesakitan, kebodohan, pengangguran dan ketergantungan.

Salah satu fakta yang konkret kemiskinan di NTT adalah kemiskinan perempuan dan anak. Di mana, perempuan dan anak merupakan kelompok termiskin dari mereka yang dikategorikan miskin. “Kelompok perempuan dan anak adalah kelompok yang paling menderita dari kemiskinan, seperti gagal panen, bencana alam dan lainnya,” katanya. (ayu/ant)

Diposkan oleh INFID JAKARTA di 21:08
http://infid-news.blogspot.com/2009/07/infid-kemiskinan-selalu-jadi-objek.html
diunduh tanggal 28 april 2010 pukul 17.16 wib

Pendapat saya :
Ya, bukan hanya di NTT saja kemiskinan menjadi objek politik, di daerah-daerah lainnya juga kemiskinan dijadikan objek politik. Apalagi pada saat musim kampanye, baik itu pemilihan kepala daerah atau yang lainnya. Terkesan rakyat miskin jika diberi imbalan, maka mereka akan menuruti apa yang diingini oleh kelompok-kelompok tertentu, hal itu terjadi disebabkan, pendidikan rakyat yang masih minim, dan karena ketidaktahuan mereka, maka mereka berpikir siapa yang memberi maka itulah orang yang yang harus mereka pilih. Hal-hal seperti itu yang selalu dimanfaatkan kalangan tertentu untuk berpolitik. Tapi sekarang, menurut saya, sudah saatnya bangsa Indonesia berpilitik secara bersih, jangan lagi memanfaatkan rakyat miskin sebagai senjata untuk menang dalam berpolitik.

Rabu, 07 April 2010

Sistem Pemerintahan dan Demokrasi

Sistem Pemerintahan dan Demokrasi

I. Sistem Pemerintahan

Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur pemerintahannya. Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi:

a. Presidensial

b. Parlementer

c. Komunis

d. Demokrasi liberal

e. liberal

f. kapital

Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.

Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut.Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh.

Secara sempit,Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri

II. Demokrasi dan Prinsip Demokrasi

Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang tepatnya diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.

Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini disebabkan karena demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pada intinya, yang banyaklah yang menang dan yang banyak dianggap sebagai suatu kebenaran.

Setiap Negara yang demokrasi memiliki kecendrungan yang sama dalam hal prinsip-prinsip yang dianut. Beberapa prinsip demokrasi yang berlaku secara universal, antara lain:

a. Keterlibatan warga Negara dalam pembuatan keputusan politik

Ada dua pendekatan tentang keterlibatan warga Negara yaitu teori elitis dan partisipatori. Pendekatan elitis adalah pembuatan kebijakan umum namun menuntut adanya kualitas tanggapan pihak penguasa dan kaum elit, hal ini dapat kita lihat pada demokrasi perwakilan. Pendekatan partisipatori adalh pembuatan kebijakan umum yang menuntut adanya keterlibetan yang lebih tinggi.

b. Persamaan diantara warga Negara

Tingkat persamaan yang ditunjukan biasanya yaitu dibidang; politik, hokum, kesempatan, ekonomi, social dan hak.

c. Kebebasan atau kemerdekaan yang diakui dan dipakai oleh warga Negara

d. Supremasi Hukum

Penghormatan terhadap hokum harus dikedepankan baik oleh penguasa maupun rakyat, tidak terdapat kesewenang – wenangan yang biasa dilakukan atas nama hokum, karena itu pemerintahan harus didasari oleh hokum yang berpihak pada keadilan.

e. Pemilu berkala

Pemilihan umum, selain mekanisme sebagai menentukan komposisi pemerintahan secara periodic, sesungguhnya merupakan sarana utama bagi par tisipasi politik individu yang hidup dalam masyarakat yang luas, kompleks dan modern.

III. Lembaga-lembaga Negara

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.

Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).

Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).

Lembaga-lembaga negara atau kelengkapan negara menurut UUD 1945 hasil amandemen adalah sebagai berikut :

a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih secara langsung. Pasal 3 UUD 1945 menyebutkan kewenangan MPR sebagai berikut:

a) Mengubah dan menetapkan UUD

b) Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden

c) Henya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD.

b. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Tugas-tugas DPR adalah sebagai berikut:

a) Membentuk undang-undang

b) Membahas rancangan RUU bersama Presiden

c) Membahas RAPBN bersama Presiden

Fungsi DPR adalah sebagai berikut:

a) Fungsi legislasi berkaitan dengan wewenang DPR dalam pembentukan undang-undang

b) Fungsi anggaran, berwenang menyusun dan menetapkan RAPBN bersama presiden

c) Fungsi pengawasan, melakukan pengawasan terhadap pemerintah

DPR diberikan hak-hak yang diatur dalam pasal-pasal UUD 1945, antara lain:

a) Hak interpelasi, hak DPR untuk meminta keterangan pada presiden

b) Hak angket, hak DPR untuk mengadakan penyelidikan atas suatu kebijakan Presiden/ Pemerintah

c) Hak menyampaikan pendapat

d) Hak mengajukan pertanyaan

e) Hak Imunitas, hak DPR untuk tidak dituntut dalam pengadilan

f) Hak mengajukan usul RUU

c. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

Anggota DPD dipilih dari setiap propinsi melalui pemilu. Anggota DPD dari setiap propinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota DPD itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. Lembaga DPD bersidang sedikitnya sekali dalam se-tahun.

d. Presiden

Hasil amandemen UUD 1945 tentang kepresidenan berisi hal-hal berikut:

a) Presiden dipilih rakyat secara langsung

b) Presiden memiliki legitimasi (pengesahan) yang lebih kuat

c) Presiden setingkat dengan MPR

d) Presiden bukan berarti menjadi dictator

e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

BPK adalah salah satu badan bebas dan madiri yang diadakan untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh presiden.

f. Kekuasaan Kehakiman

Pasal 24 UUD 1945 menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hokum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh:

a) Mahkamah Agung (MA)

Tugas MA adalah mengawasi jalannya undang-undang dan memberi sanksi terhadap segala pelanggaran terhadap undang-undang.

b) Mahkamah Konstitusi (MK)

c) Kewenangan MK adalah sebagai berikut:

1) Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir

2) Menguji undang-undang terhadap UUD

3) Memutuskan sengketa lembaga negaraMemutuskan pembubaran partai politik

4) Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilu

d) Komisi Yudisial (KY)

Lembaga ini berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim agung. Lembaga ini berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung.

Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_pemerintahan

diunduh pada tanggal 04-04-2010 pukul 21.38wib

http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi

diunduh pada tanggal 04-04-2010 pukul 21.55wib

http://id.shvoong.com/social-sciences/1959736-sejarah-dan-prinsip-demokrasi/

diunduh pada tanggal 04-04-2010 pukul 21.58wib

http://sekolah-dasar.blogspot.com/2008/07/lembaga-lembaga-negara-atau-kelengkapan.html

diunduh pada tanggal 04-04-2010 pukul 22.03wib

Struktur dan Fungsi Politik

Struktur dan Fungsi Politik

I. Bagan Struktur Politik

Struktur politik adalah susunan komponen-komponen politik yang saling berhubungan satu sama lain atau secara fungsional diartikan sebagai pelembagaan hubungan antara komponen-komponen yang membentuk sistem politik. Struktur politik suatu negara menggambarkan susunan kekuasaan di dalam negara itu.

Struktur politik mempunyai kaitan yang erat dengan struktur-struktur lainnya yang ada di dalam masyarakat, seperti struktur ekonomi, struktur sosial, dan struktur budaya. Keseluruhan struktur-struktur ini membentuk bangunan masyarakat.

Struktur politik Indonesia diatur dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya, yang secara garis besar terdiri atas suprastruktur dan infrastruktur politik. Berdasarkan kategori lain, struktur politik dibagi atas struktur politik formal dan struktur politik informal.

Struktur politik merupakan keseluruhan bagian atau komponen (yang berupa lembaga-lembaga) dalam suatu sistem politik yang menjalankan fungsi atau tugas tertentu.

Umumnya struktur yang dimiliki oleh suatu sistem politik terdapat beberapa kategori seperti, kelompok kepentingan, partai politik, badan peradilan, dewan eksekutif, legislative, birokrasi dsb. Akan tetapi struktur tersebut tidak banyak membantu dalam memperbandingakan satu system politik yang satu terhadap system politik yang lainnya terkecuali struktur politik tersebut berjalan beriringan dengan fungsi dari system politik itu sendiri, atau dengan lain kata struktur dapat efektif dan tertata sejauh fungsinya sesuai dengan system politik yang ada.

Bagan struktur politik pada umumnya adalah

II. Fungsi Politik

Fungsi Politik adalah

  • Perumusan kepentingan
  • Pemaduan kepentingan
  • Pembuatan kebijakan umum
  • Penerapan kebijakan
  • Pengawasan pelaksanaan kebijakan

Fungsi Politik yang lain

Apabila kita bisa mengetahui bagaimana bekerjanya suatu keseluruhan system, dan bagaimana lembaga-lembaga politik yang terstruktur dapat menjalan fungsi barulah analisa perpandingan politik dapat memiliki arti. Lembaga politik mempunya tiga fungsi sebagaimana yang telah digambarkan oleh prof Almond sebagai berikut;

  1. Sosialisasi politik. Merupakan fungsi untuk mengembangkan dan memperkuat sikap-sikap politik di kalangan penduduk, atau melatih rakyat untuk menjalankan peranan-peranan politik, administrative, dan yudisial tertentu.
  2. Rekruitmen politik. Merupakan fungsi penyeleksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan, dan ujian.
  3. komunikasi politik. Merupakan jalan mengalirnya informasi melalui masyarakat dan melalui berbagai struktur yang ada dalam system politik. Ketiga fungsi diatas tidak secara langsung terlibat dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan instansi Negara, akan tetapi peranannya sangat penting dalam cara bekerja system politik seperti yang terlihat dalam bagan sebagai berikut;

Sumber :

http://azibrajaby.blogspot.com/2009/03/teori-perbandingan-politik-gabriel.html

diunduh pada tanggal 31-03-2010 pukul 09.41wib

http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=bmpshort_detail2&ID=321

diunduh pada tanggal 04-04-2010 pada pukul 18.46 WIB

Sistem Politik

Sistem Politik

I. Pengertian Sistem Politik

Pengertian Sistem

Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi.

Pengertian Politik

Politik berasal dari bahasa yunani yaitu “polis” yang artinya Negara kota. Pada awalnya politik berhubungan dengan berbagai macam kegiatan dalam Negara/kehidupan Negara. Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan. Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.

Pengertian Sistem Politik

Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara.

SISTEM POLITIK menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan menunjukkan suatu proses yang langggeng.

II. Objek Politik

Struktur politik adalah susunan komponen-komponen politik yang saling berhubungan satu sama lain atau secara fungsional diartikan sebagai pelembagaan hubungan antara komponen-komponen yang membentuk sistem politik. Struktur politik suatu negara menggambarkan susunan kekuasaan di dalam negara itu. Struktur politik mempunyai kaitan yang erat dengan struktur-struktur lainnya yang ada di dalam masyarakat, seperti struktur ekonomi, struktur sosial, dan struktur budaya. Keseluruhan struktur-struktur ini membentuk bangunan masyarakat. Struktur politik Indonesia diatur dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya, yang secara garis besar terdiri atas suprastruktur dan infrastruktur politik. Berdasarkan kategori lain, struktur politik dibagi atas struktur politik formal dan struktur politik informal.

III. Sistem Politik

Sistem disini dapat diartikan sebagai suatu konsep ekologis yang menunjukkan adanya proses interaksi antara organ tertentu dengan masyarakat politik atupun lingkungannya. Dalam hubungan interaksi, tentu terdapat hubungan saling mempengaruhi dalam menentukan suatu kebijakan, seperti aspirasi masyarakat yang disuarakan sebagai tuntutan politik, sehingga dapat mempengaruhi proses pembuatan kebijakan. Begitupula dengan suatu organ tertentu yang juga dapat mempengaruhu proses pembuatan kebijakan, terlebih lagi ia adalah instansi Negara atau pemerintahan. Proses interaksi diatas dapat digambarkan sebagai berikut:

Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial. Perspektif atau pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu sistem yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap diantara elemen-elemen pembentuknya. Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada struktur hubungan antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk sistem politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai pusat kekuatan politik misalnya merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompok-kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem politik. Dengan merubah sudut pandang maka sistem politik bisa dilihat sebagai kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan perilaku politik.

Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan masukan (input) ke dalam sistem politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi keluaran (output). Dalam model ini masukan biasanya dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai keputusan dan pelayanan publik yang diberian oleh pemerintahan untuk bisa menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.

Namun dengan mengingat Machiavelli maka tidak jarang efektifitas sistem politik diukur dari kemampuannya untuk mempertahankan diri dari tekanan untuk berubah. Pandangan ini tidak membedakan antara sistem politik yang demokratis dan sistem politik yang otoriter.

IV. Sistem Politik di Indonesia

Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil, di mana Presiden berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

Para Bapak Bangsa (the Founding Fathers) yang meletakkan dasar pembentukan Negara Indonesia, setelah tercapainya kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Mereka sepakat menyatukan rakyat yang berasal dari beragam suku bangsa, agama, dan budaya yang tersebar di ribuan pulau besar dan kecil, di bawah payung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Indonesia pernah menjalani sistem pemerintahan federal di bawah Republik Indonesia Serikat (RIS) selama tujuh bulan (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950), namun kembali ke bentuk pemerintahan republik.

Setelah jatuhnya Orde Baru (1996 - 1997), pemerintah merespon desakan daerah-daerah terhadap sistem pemerintahan yang bersifat sangat sentralistis, dengan menawarkan konsep Otonomi Daerah untuk mewujudkan desentralisasi kekuasaan.

Undang-undang Dasar 1945

Konstitusi Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang mengatur kedudukan dan tanggung jawab penyelenggara negara; kewenangan, tugas, dan hubungan antara lembaga-lembaga negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). UUD 1945 juga mengatur hak dan kewajiban warga negara. Lembaga legislatif terdiri atas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang merupakan lembaga tertinggi negara dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Lembaga Eksekutif terdiri atas Presiden, yang dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang wakil presiden dan kabinet. Di tingkat regional, pemerintahan provinsi dipimpin oleh seorang gubernur, sedangkan di pemerintahan kabupaten/kotamadya dipimpin oleh seorang bupati/walikota. Lembaga Yudikatif menjalankan kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga kehakiman tertinggi bersama badan-badan kehakiman lain yang berada di bawahnya. Fungsi MA adalah melakukan pengadilan, pengawasan, pengaturan, member nasehat, dan fungsi adminsitrasi. Saat ini UUD 1945 dalam proses amandemen, yang telah memasuki tahap amandemen keempat. Amandemen konstitusi ini mengakibatkan perubahan mendasar terhadap tugas dan hubungan lembaga-lembaga negara.

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Fungsi pokok MPR selaku lembaga tertinggi negara adalah menyusun konstitusi negara; mengangkat dan memberhentikan presiden/wakil presiden; dan menyusun Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Fungsi pokok MPR yang disebut di atas dapat berubah bergantung pada proses amandemen UUD 1945 yang sedang berlangsung.

Jumlah anggota MPR adalah 700 orang, yang terdiri atas 500 anggota DPR dan 200 anggota Utusan Golongan dan Utusan Daerah, dengan masa jabatan lima tahun.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Selaku lembaga legislatif, DPR berfungsi mengawasi jalannya pemerintahan dan bersama-sama dengan pemerintah menyusun Undang-undang. Jumlah anggota DPR adalah 500 orang, yang dipilih melalui Pemilihan Umum setiap lima tahun sekali.

Presiden/Wakil Presiden

Presiden Republik Indonesia memegang pemerintahan menurut UUD 1945 dan dalam melaksanakan kewajibannya, presiden dibantu oleh seorang wakil presiden. Dalam sistem politik Indonesia, Presiden adalah Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan yang kedudukannya sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya. Presiden juga berkedudukan selaku mandataris MPR, yang berkewajiban menjalankan Garis-garisBesar Haluan Negara yang ditetapkan MPR. Presiden mengangkat menteri-menteri dan kepala lembaga non departemen (TNI/Polri/Jaksa Agung) setingkat menteri untuk membantu pelaksanaan tugasnya. Dalam UUD 1945 (versi sebelum amandemen) disebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara yang terbanyak. Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

Mahkmah Agung

Mahkamah Agung (MA) adalah pelaksana fungsi yudikatif, yang kedudukannya sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya. MA bersifat independen dari intervensi pemerintah dalam menjalankan tugasnya menegakkan hukum dan keadilan, meski penunjukan para hakim agung dilakukan Presiden.

Lembaga Tinggi Negara Lainnya

Lembaga tinggi negara lainnya adalah Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Fungsi utama BPK adalah melakukan pemeriksaan keuangan pemerintah. Temuan-temuan BPK dilaporkan ke DPR, selaku badan yang menyetujui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). DPA berfungsi untuk memberi jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan Presiden yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara, termasuk dalam masalah politik, ekonomi, sosial budaya, dan militer. DPA juga dapat memberi nasehat atau saran atau rekomendasi terhadap masalah yang berkaitan dengan kepentingan negara. Anggota DPA diusulkan oleh DPR dan diangkat oleh Presiden untuk masa bakti lima tahun. Jumlah anggota DPA adalah 45 orang.

Pemerintah Daerah

Di tingkat daerah, sebuah provinsi dikepalai oleh seorang gubernur sedangkan kabupaten/kotamadya dikepalai oleh seorang bupati/walikota. Saat ini terdapat 30 provinsi dan 360 kabupaten/kotamadya. Sejak diberlakukannya UU Nomor 22/1999 tentang pelaksanaan Otonomi Daerah pada tanggal 1 Januari 2001, kewenangan pengelolaan daerah dititikberatkan ke Kabupaten, sehingga hubungan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten lebih bersifat koordinasi. Hubungan lembaga legislatif, eksekutif, dan legislatif di tingkat daerah sama halnya dengan hubungan antarlembaga di tingkat nasional. Contohnya, tugas DPR Tingkat I adalah mengawasi jalannya pemerintahan di tingkat provinsi dan bersama-sama dengan Gubernur menyusun peraturan daerah. Lembaga yudikatif di tingkat daerah diwakili oleh Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.

SUMBER :

http://kewarganegaraan-rosi.blogspot.com/2009/01/sistem-politik-indonesia.html

diunduh pada tanggal 30-03-2010 pukul 17.00 wib

http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_politik

diunduh pada tanggal 31-03-2010 pukul 09.03 wib

http://www.abc.net.au/ra/federasi/tema1/indon_pol_chart.pdf

diunduh pada tanggal 31-03-2010 pukul 12.17 wib