Selasa, 30 Maret 2010

Lembaga Kemasyarakatan

Lembaga Kemasyarakatan

I. Pengertian Lembaga Kemasyarakatan

Lembaga kemasyarakatan merupakan terjemahan langsung dari istilah asing sosial- institution. Diantara para ahli sosiologi, belum ada kata sepakat perihal istilah Indonesia yang tepat untuk social institutions. Beberapa istilah telah dikemukakan antara lain “pranata social” dan “bangunan social” dalam tulisan ini dipakai istilah “lembaga kemasyarakatan” oleh karena istilah ini lebih menunjuk suatu bentuk dan sekaligus juga mengandung pengertian-pengertian yang abstrak prihal adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi lembaga tersebut.

Lembaga kemasyarakatan ialah himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada kebutuhan pokok didalam kehidupan masyarakat.

II. Tujuan Lembaga Kemasyarakatan

Lembaga kemasyarakatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok manusia pada dasarnya memiliki fungsi, yaitu :

a. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan;

b. Menjaga kebutuhan masyarakat

c. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control). Artinya, sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.

Fungsi-fungsi diatas menyatakan bahwa apabila seseorang hendak mempelajari kebudayaan dan masyarakat tertentu, maka harus pula diperhatikan secara teliti lembaga-lembaga kemasyarakatan di masyarakat yang bersangkutan.

III. Proses Pertumbuhan Lembaga Kemasyarakatan

a. Norma-norma masyarakat

Supaya hubungan antar manusia didalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana dharapkan, maka dirumuskan norma-norma masyarakat. Mula-mula norma-norma tersebut terbentuk scara tidak sengaja. Namun lama kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar. Misalnya dahulu didalam jual beli, seorang perantara tidak harus diberi bagian dari keuntungan. Akan tetapi lama kelamaan terjadi kebiasaan bahwa perantara harus mendapat bagiannya, dimana sekaligus ditetapkan siapa yang menanggung itu, yaitu pembeli ataukah penjual. Contoh lain adalah perihal perjanjian tertulis yang menyangkut pinjam meminjam uang yang dahulu tidak pernah dilakukan. Norma-norma yang ada didalam masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, yang sedang sampai yang kuat daya ikatnya. Pada yang terakhir umumnya anggota-anggota masyarakat tidak berani melanggarnya. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut, secara sosiologi dikenal adanya empat pengertian, yaitu:

a) Cara (usage)

b) Kebiasaan (Folkways)

c) Tata Kelakuan (Mores)

d) Adat Istiadat (Custom)

Cara (Usage) lebih menonjol didalam hubungan antar individu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan terhadapnya tidak akan mengakibatkan hukum yang berat, akan tetapi hanya sekedar celaan dari individu yang dihubunginya. Misalnya, orang mempunyai cara masing-masing untuk minum pada waktu bertemu. Ada yang minum tanpa mengeluarkan bunyi ada pula yang mengeluarkan unyi sebagai tanda kepuasannya menghilangkan kehausannya. Dalam cara yang terakhir biasanya danggap sebagai perbuatan yang tidak sopan. Apabila perbuatan tersebut diperlakukan juga maka paling banyak orang yang diajak minum bersama akan merasa tersinggung dan mencela cara minum yang demikian.

Kebiasaan (Filkways) mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar dari pada cara. Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, merupakan ukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Sebagai contoh, kebiasaan memberi hormat kepada orang lain yang lebih tua. Apabila perbuatan tadi tidak dilakukan, maka akan dianggap sebagai suatu penyimpanga terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat. Kebiasaan mengormati orang yang lebih tua merupakan suatu kebiasaan dalam masyarakat dan setiap orang akan menyalahkan penyimpangan terhadap kebiasaan umum tersebut.

Norma-norma tersebut diatas telah mengalami suatu proses pada akhirnya akan menjadi bagian tertantu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses pelembagaan (Institutionalization), yaitu suatu proses yang dilewatkan oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Yang dimaksud ialah, sampai norma itu oleh masyarakat dikenal, diakui, dihargai, dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari.

Mengingat adanya proses termaksud diatas, dibedakan antara lembaga kemasyarakatan sebagai peraturan (operative institutions). Lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai peraturan apabila norma-norma tersebut membatasi serta mengatur prilaku orang-orang, misalnya lembaga perkawinan mengatur hubungan antara pria dengan wanita. Lembaga kekeluargaan mengatur hubungan antara anggota keluarga didalam suatu masyarakat.lembaga kewarisan mengatur proses beralihnya harta kekayaan dari suatu generasi pada generasi berikutnya.

Lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai suatu yang sungguh-sungguh berlaku, apabila norma-normanya sepenuhnya membantu pelaksanaan pola-pola kemasyarakatan. Perilaku perseorangan yang dianggap sebagai peraturan merupakan hal sekunder bagi lembaga kemasyarakatan.

IV. Social Control

Suatu proses pengadilan sosial dapat dilaksanakan dengan berbagai cara yang pada pokoknya berkisar pada cara-cara tanpa kekerasan (persuasive) ataupun dengan paksaan (Coersive). Cara mana yang sebaiknya diterapkan sedikit banyaknya juga tergantung pada faktor terhadap siapa pengendalian sosial tadi hendak diperlakukan dan didalam keadaan yang bagaimana. Didalam keadaan masyarakat yang secara relatife berada pada keadaan yang tentram, maka cara-cara persuasive mungkin akan lebih efektif dari pada penggunaan paksaan.

Karena didalam masyarakat yang tentram sebagian kaidah-kaidah dan nilai-nilai telah melembaga atau bahkan mendarah daging didalam diri warga masyarakat. Keadaan demikian bukanlah dengan sendirinya berarti bahwa paksaan sama sekali tidak diperlukan. Betapa tentram dan tenangnya suatu masyarakat, pasti akan dijumpai warga-warga yang melakukan tindakan-tindakan menyimpang.terhadap mereka itu kadang-kadang diperlukan paksaan, agar tidak terjadi kegoncangan-kegoncangan pada ketentraman yang telah ada.

Paksaan lebih sering diperlukan didalam masyarakat yang berubah, karena didalam keadaan seperti itu pengendalian social jugaberfungsi untuk membentuk kaidah-kaidah baru yang menggantikan kaidah-kaidah lamayang telah goyah. Namun demikian, cara-cara kekerasan ada pula batas – batasnya dan tidak selalu dapat diterapkan, karena biasanya kekerasan atau paksaan akan melahirkan reaksi negative, setidaknya secara potensial.
Reaksi yang negative akan selalu mencari kesempatan dan menunggu dimana saat Agent Of Social Control berada didalam keadaan lengah. Bila setiap kali paksaan diterapkan, hasilnyabukan pengendalian social yang akan melembaga, tetapi cara paksaanlah yang akan mendarah daging serta berakar kuat.

V. Ciri-ciri umun Dan Tipe Lembaga Kemasyarakatan

a. Ciri-ciri umum lembaga kemasyarakatan

Gillin dan Gillin di dalam karyanya yang berjudul general Features Of social institutions, telah menguraikan beberapa cirri umum lembaga kemasyarakatan yaitu sebagai berikut:

a) Suatu lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola prilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.

b) Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan. Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu yang relative lama.

c) Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin tujuan-tujuan tersebut tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi lembaga yang bersangkutan, apabila dipandang dari susut kebudayaan secara keseluruhan. Pembedaan antara tujuan dengan fungsi sangat penting oleh karena tujuan suatu lembaga adalah tujuan pula bagi golongan masyarakat bersangkutan pasti akan berpegang teguh kepadanya. Sebaliknya fungsi social lembaga tersebut, yaitu peranan lembaga tadi dalam sistem sisial dan kebudayaan masyarakat, mungkin tak diketahui atau disadari golongan masyarakat tersebut. Mungkin fungsi tersebut baru disadari setelah diwujudkan dan kemudian ternyata berbeda dengan tujuannya. Umpama lembaga perbudakan, ternyata bertujuan untuk mendapatkan tenaga buruh yang semurah-murahnya, tetapi didalam pelaksanaan ternyata sangat mahal.

d) Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga bersangkutan, seperti bangunan, paralatan , mesin, dan lain sebagainya. Bentuk serta cara penggunaan alat-alat tersebut biasanya berlainan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain.

e) Lambang-lambang biasanya juga merupakan cirri khas dari lembaga kemasyarakatan. Lambang-lambang tersebut secara simblis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan.

f) Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulis ataupun yang tidak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku dan lain-lain. Tradisi tersebut merupakan dasar bagi lembaga itu didalam pekerjaannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat, dimana lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi bagiannya.

b. Tipe lembaga kemasyarakatan

Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan, dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut. Menurut Gillin dan Gillin, lembaga-lembaga kemayarakatan tadi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a) Grescive institutions dan Enacted Institutions, disebut juga sebagai lembaga primer, merupakan lembaga-lembaga yang secara tidak sengaja tumbuh dari adapt istiadat masyarakat.

b) Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat, timbul klasifikasi atas Basic Institutions dan Subsidiary Institutions. Basic Institutions dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat.

c) Dari sudut penerimaan masyarakat dapat dibedakan Approved atau Social Sanctioned – Institutions dengan Unsanctioned Institutions. Approved atau Social Sanctioned Institutions, adalah lembaga-lembaga yang diterima masyarakat seperti misalnya sekolah, perusahaan dagang dan lain-lain. Sebaliknya adalah Unsanctioned Institutions yang ditolak oleh masyarakat, walaupun masyarakat kadang-kadang tidak memberantasnya. Misalnya kelompok penjahat, pemeras, pencoleng dan sebagainya.

d) Pembedaan antara General Institutions dengan restricted Institutions, timbul apabila klasifikasi tersebut didasarkan pada faktor-faktor penyebarannya. Misalnya agama merupakan suatu General Institutions, karena dekenal oleh hampir semua masyarakat dunia. Sedangkan agama-agama Islam, Protestan, Katolik, Budha dan lain-lainnya, merupakan restricted Institutions, oleh karena dianut oleh masyarat-masyarakat tertentu didunia ini.

e) Berdasarkan fungsinya terdapat pembedaan Operative Institutions dan regulative Institutions. Yang pertama berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau cara-cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti misalnya lembaga industrialisasi. Yang kedua, bertujuan untuk mengawasi adat-istiadat atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak lembaga itu sendiri. Suatu contoh adalah lembaga-lembaga hukum seperti kejaksaan, pengadilan dan sebagainya.

Klasifikasi lembaga masyarakat tersebut, menunjukkan bahwa di dalam setiap masyarakat akan dijumpai bermacam-macam lembaga kemasyarakatan. Setiap masyarakat mempunyai sistem nilai yang menentukan lembaga kemasyarakatan manakah yang dianggap sebagai pusat dan kemudian dianggap berada diatas lembaga-lembaga, kemasyarakatan lainnya.

Pada masyakat totaliter umpamanya negara dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan pokok yang membawahi lembaga-lembaga lainnya seperti keluarga, hak milik, perusahaan, sekolah dan lain sbagainya. Akan tetapi dalam setiap masyarakat sedikit banyaknya akan dijumpai pola-pola yang mengatur ubungan antara lembaga-lembaga kemasyarakatan tersebut. Sistem pola-pola hubungan tersebut lazim disebut Institutions Configuration. Sistem tadi, dalam masyarakat yang masih homogen dan tradisional, mempunyai kecendrungan untuk bersifat statis dan tetap. Lain halnya dengan masyarakat yang sudah kompleks dan terbuka bagi terjadinya perubahan – perubahan social kebudayaan, sistem tersebut seringkali mengalami kegoncangan-kegoncangan. Karena dengan masuknya hal-hal yang baru, masyarakat biasanya juga mempunyai anggapan –anggapan baru tentang orma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokoknya.

DAFTAR PUSTAKA

Sukanto, S. Pengantar Sosiologi (edisi terbaru). Jakarta: Rajawali Press, 1982.

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/sosiologi-pedesaan/lembaga kemasyarakatan

diunduh pada tanggal 30-03-2010 pukul 15.00 wib

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/ilmu-politik/proses-pertumbuhan-lembaga-kemasyarakatan

diunduh pada tanggal 30-03-2010 pukul 15.15 wib

KELOMPOK-KELOMPOK SOSIAL

KELOMPOK-KELOMPOK SOSIAL

I. Pengertian Manusia Sebagai Makhluk Yang Hidup Berkelompok

Manusia adalah makhluk hidup yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai makhluk biologis dan makhluk sosial. Sebagai makhluk biologis, makhluk manusia atau "homo sapiens", sama seperti makhluk hidup lainnya yang mempunyai peran masing-masing dalam menunjang sistem kehidupan. Sebagai makhluk sosial, manusia merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat secara berkelompok membentuk budaya.

Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, memiliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut gregariousness sehingga manusia disebut juga social animal (=hewan sosial). Karena sejak dilahirkan manusia sudah mempunyai dua hasrat atau keinginan pokok, yaitu :

a. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain disekelilingnya (yaitu masyarakat)

b. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.

II. Macam-Macam Kelompok Sosial

Macam-macam kelompok sosial dapat dibedakan menjadi 3 kelompok besar yaitu

a. Berdasarkan kesatuan-kesatuan wilayah

Kelompok sosial berdasarkan kesatuan wilayah mempunyai kriteria utama bahkan masing-masing mempunyai kepentingan yang sama dan bertempat tinggal pada suatu wilayah tertentu. Kelompok sosial yang bersifat umurn adalah masyarakat dan yang bersifat khusus adalah suku, bangsa, daerah, kota, desa, rukun tetangga.

b. kesatuan-kesatuan berdasarkan kepentingan sama tanpa organisasi yang tetap

Kelompok-kelompok sosial berdasarkan atas kepentingan yang sama, tetapi tanpa organisasi yang tetap. Kriteria utarna (1) adalah adanya sikap yang sama di antara anggota-anggota kelompok dan (2) organisasi sosial tidak tetap. Kelompok sosial ini dibedakan menjadi tiga tipe yaitu:

a) Kelas dengan tipe yang bersifat khusus yaitu kasta, elite, kelas dasar persaingan, kelas atas dasar kerja sarna. Di samping mempunyai kriteria utama tersebut di atas mempunyai kriteria tambahan yaitu (1) adanya kernampuan untuk pindah dari satu kelompok ke kelompok lain dan (2) ada perbedaan dalam kedudukan prestise, kesempatan dan tingkat ekonomi.

b) Kelompok etnis dan ras dengan tipe khusus kelompok-kelompok atas dasar perbedaan warna kulit, kelompok-kelompok emigran dan kelompok nasional. Kriteria tambahan untuk type khusus ini adalah daerah asal kelompok, golongan, luas wilayah tempat tinggal dan ciri-ciri badaniah seperti rambut, kulit, mata dan seagamanya.

c) Kelompok sosial kerumusan dengan tipe khusus kerurnusan dengan kepentingan yang sarna dan kepentingan urn urn. Kriteria tambahan khusus adalah kepentingan-kepentingan dari para anggota bersifat sernentara dan sifat kelompoknya juga sementara.

c. Kesatuan-kesatuan atas dasar kepentingan yang sama dengan organisasi yang tetap Kelompok-kelompok sosial berdasarkan kesatuan-kesatuan atas dasar kepentingan yang sama dengan organisasi yang tetap. Kelompok sosial ini disebut juga kelpmpok sosial asosiasi (association). Kriteria utama kelompok sosial asosiasi adalah adanya kepentingan-kepentingan terbatas dari kelompok sosial ini dan organisasi sosialnya tertentu.

Kelompok sosial asosiasi ini dibagi dua kelompok asosiasi yang besar dan kelompok asosiasi yang kecil. Kelompok pertama sebagai kelompok sosial asosiasi besar mempunyai kriteria tambahan sebagai berikut

a) jumlah anggota secara relatif terbatas,

b) mempunyai organisasi formal,

c) mempunyai hubungan-hubungan penting yang tidak pribadi,

d) ada jenis kepentingan yang dikejar.

Tipe khusus dari kelompok sosial asosiasi ini adalah negara, gereja, perkumpulan atas dasar ekonomi, persatuan buruh dan sebagainya.

Kedua kelompok sosial asosiasi yang kecil dalam tipe umum kelompok utama atau (primary group) . Kelompok sosial ini mempunyai ciri khusus, yaitu :

a) jumlah anggotanya terbatas,

b) organisasi formal,

c) menganggap penting hubungan-hubungan yang tidak pribadi,

d) ada jenis kepentingan yang dikejar.

Tipe-tipe khusus kelompok sosial ini adalah keluarga, kelompok bermain, klik, (clique), club (perkumpulan pemuda) dan sebagainya.

III. Kelompok-Kelompok Sosial Yang Tidak Teratur

Bermacam-macam kelompok sosial yang tidak teratur, dapat dimasukkan ke dalam dua golongan besar yaitu :

a. Kerumunan (crowd)

Adalah individu-individu yang berkumpul secara kebetulan di suatu tempat, pada waktu yang bersamaan.

Bentuk-bentuk kerumunan, yaitu sebagai berikut :

a) Kerumunan yang berartikulasi dengan struktur sosial

1) Formal audiences (pendengar yang formal)

Kerumunan-kerumunan yang mempunyai pusat perhatian dan persamaan tujuan, tetapi sifatnya pasif. Contoh : penonton film, orang-orang yang menghadiri khotbah keagamaan.

2) Planned expenssive group (kelompok ekspensif yang telah direncanakan)

Kerumunan yang pusat perhatiannya tak begitu penting, tetapi mempunyai persamaan tujuan yang tersimpul dalam aktivitas kerumunan tersebut serta kepuasan yang dihasilkannya. Contoh : orang yang berpesta, berdansa, dan sebagainya.

b) Kerumunan bersifat sementara

1) Inconvenient aggregations (kumpulan yang kurang menyenangkan)

Contoh : orang-orang yang antri karcis, orang-orang yang menunggu bis, dsb. Dalam kerumunan itu kehadiran orang-orang lain merupakan halangan terhadap tercapainya maksud seseorang.

2) Panic crowds (kumpulan orang-orang yang sedang dalam keadaan panik)

Orang-orang yang bersama-sama berusaha menyelamatkan diri dari suatu bahaya.

3) Spectator crowds (kerumunan penonton)

Terjadi karena ingin melihat suatu kejadian tertentu. Kerumunan semacam ini hampir sama dengan khalayak penonton, tetapi bedanya adalah bahwa kerumunan penonton tidak direncanakan, sedangkan kegiatan-kegiatan juga pada umumnya tak terkendalikan.

c) Kerumunan yang berlawanan dengan norma-norma hokum (lawless crowds)

1) Acting mobs (kerumunan yang bertindak emosional)

Bertujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan menggunakan kekuatan fisik yang brlawanan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

2) Immoral crowds (kerumunan yang bersifat immoral)

Hampir sama dengan kelompok ekspresif. Bedanya adalah kerumunan yang bersifat immoral bertentangan dengan norma-norma masyarakat. Contoh : orang-orang mabuk.

b. Publik

Berbeda dengan kerumunan, publik lebih merupakan kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui alat-alat komunikasi seperti misalnya pembicaraan pribadi yang berantai, desas-desus, surat kabar, radio, televisi, film, dsb. Setiap aksi publik diprakarsai oleh keinginan individual(mis.pemungutan suara dalam pemilihan umum), dan ternyata individu-individu dalam suatu publik masih mempunyai kesadaran akan kedudukan sosial yang sesungguhnya dan juga masih lebih mementingkan kepentingan-kepentingan pribadi daripada mereka yang tergabung dalam kerumunan. Dengan demikian, tingkah laku pribadi kelakuakn publik didasarkan pada tingkah laku atau perilaku individu.

IV. Masyarakat Desa Dan Masyarakat Kota

Community adalah masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (geografis) dengan batas-batas tertentu, dimana faktor utama yang menjadi dasarnya adalah interaksi yang lebih besar diantara anggota, dibandingkan dengan interaksi dengan penduduk di luar batas wilayahnya.

Empat criteria untuk klasifikasi masyarakat, yaitu :

a. Jumlah penduduk

b. Luas, kekayaan, dan kepadatan penduduk daerah pedalaman

c. Fungsi-fungsi khusus dari masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat

d. Organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan.

Perbedaan masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan

Masyarakat Pedesaan

Masyarakat Perkotaan

Warga memiliki hubungan yang lebih erat

Jumlsh prnduduknya tidak tentu

Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar kekeluargaan

Bersifat indifidualistis

Umumnya hidup dari pertanian

Pekerjaan lebih bervariasi, lebih tegas batasannya dan lebih sulit mencari pekerjaan

Golongan orang tua memegang peranan penting

Perubahan sosial terjadi secara tepat, menimbulkan konflik antara golongan muda dengan golongan orang tua

Dari sudut pemerintahan, hubungan antara penguasa dan rakyat bersifat informal

Interaksi lebih disebabkan faktor kepentingan daripada faktor pribadi

Perhatian masyarakat lebih pada keperluan utama kehidupan

Perhatian lebih pada penggunaan kebutuhan hidup yang dikaitkan dengan masalah prestise

Kehidupan keagamaan lebih kental

Kehidupan keagamaan lebih longgar

Banyak berurbanisasi ke kota karena ada faktor yang menarik dari kota.

Banyak migran yang berasal dari daerah dn berakibat negatif di kota, yaitu pengangguran, naiknya kriminalitas, persoalan rumah dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Sukanto, S. Pengantar Sosiologi (edisi terbaru). Jakarta: Rajawali Press, 1982.

http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=bmpshort_detail2&ID=158

diunduh pada tanggal 29-03-2010 pukul 15:47 wib

http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_163.html

diunduh pada tanggal 29-03-2010 pukul 16:33 wib

Senin, 29 Maret 2010

PROSES SOSIOLOGI DAN INTERAKSI SOSIOLOGI

PROSES SOSIOLOGI DAN INTERAKSI SOSIOLOGI

I. Pengertian Proses Sosial

Proses-proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila para individu dan kelompok-kelompok saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Atau dengan perkataan lain, proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara pelbagai segi kehidupan bersama.

II. Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Dapat dikatakan bahwa interaksi sosial merupakan dasar proses sosial, yang menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis.

Contoh interaksi sosial :

Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi pula didalam masyarakat. Interksi tersebut lebih mencolok ketika terjadi perbenturan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan kelompok. Misalnya, dikalangan banyak suku bangsa di Indonesia berlaku suatu tradisi yang telah melembaga didalam diri masyarakat bahwa dalam perkawinan, pihak laki-laki diharuskan memberikan mas kawin pada pihak wanita, yang sering kali jumlahnya besar sekali. Dasar adanya mas kawin tersebut antara lain berasal dari alam pikiran bahwa berpisahnya wanita dari keluarganya (karena dibawa oleh suaminya), maka timbul ketidak seimbangan magis dalam keluarga si wanita tersebut. Keseimbangan akan dicapai kembali apabila syarat-syarat mas kawin tadi dipenuhi. Beratnya syarat-syarat yang harus dipenuhoi oleh pihak laki-laki sering kali menyebabkan terjadinya kawin lari, yang dalam hal ini disetujui oleh calon istri. Biasanya persoalan kawin lari tersebut diselesaikan oleh seluruh masyarakat, karena menyangkut kepentingan umum dan tata tertib seluruh masyarakat.

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada pelbagai faktor, antara lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang member suatu pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain. Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini. Proses simpati sebenarnya merupakan suatu proses dimana seseorang ,erasa tertarik kepada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu : adanya kontak sosial (social-contact) dan adanya komunikasi.

Interaksi sosial sangat berguna untuk menelaah dan mempelajari banyak masalah di dalam masyarakat. Senagai contoh di Indonesia, dapat dibahas bentuk-bentuk interaksi sosial yang berlangsung antara pelbagai suku bangsa, antara golongan-golongan yang disebut mayoritas dan minoritas, dan antara golongan terpelajar dengan golongan agama dan seterusnya. Interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama.

III. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa :

a. Kerjasama (coorperation)

Kerjasama disini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.

Ada lima bentuk kerjasama, yaitu sebagai berikut :

a) Kerukunan yang mencangkup gotong-royong dan tolong-menolong

b) Bargaining, pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.

c) Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.

d) Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi karena maksud utama adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya adalah kooperatif.

b. Persaingan (competition)

Persaingan dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang ada pada suatu masa menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan kekerasan atau ancaman. Persaingan ada dua tipe, yaitu yang bersifat pribadi dan yang tidak bersifat pribadi.

Bentuk-bentuk persaingan adalah

a) Pesaingan ekonomi

b) Persaingan kebudayaan

c) Persaingan untuk mencapai suatu kedudukan atau peranan tertentu dalam masyarakat

d) Persaingan karena perbedaan ras.

Fungsi-fungsi persaingan adalah

a) Untuk menyalurkan keinginan-keinginan yang bersifat kompetitif

b) Sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang ada pada suatu masa menjadi pusat perhatian tersalurkan dengan sebaik-baiknya

c) Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan seleksi sosial

d) Sebagai alat untuk menyaring warga golongan-golongan karya untuk mengadakan pembagian kerja.

Hasil suatu persaingan adalah

a) Perubahan kepribadian seseorang

b) Kemajuan

c) Solidaritas

d) Disorganisasi.

c. Pertentangan atau pertikaian (conflict)

Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses dimana individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan.

Sebab atau akar-akar pertentangan adalah

a) Perbedaan individu-individu

b) Perbedaan kebudayaan

c) Perbedaan kepentingan

d) Perubahan sosial

Pertentangan-pertentangan yang mennyangkut suatu tujuan, nilai atau kepentingan bersifat positif, sepanjang tidak berlawanan dengan pola-pola hubungan sosial di dalam struktur sosial tertentu. Masyarakat biasanya mempunyai alat-alat tertentu untuk menyalurkan benih-benih permusuhan, alat tersebut dalam ilmu sosiologi dinamakan safety-valve institutions yang menyediakan objek-objek tertentu ynag dapat mengalihkan perhatian pihak-pihak yang bertikai ke arah lain.

Bentuk-bentuk pertentangan adalah

a) Pertentangan pribadi

b) Pertentangan rasial

c) Pertentangan antara kelas-kelas sosial, umumnya disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan

d) Pertentangan politik

e) Pertentangan yang bersifat internasional.

Akibat-akibat dari bentuk-bentuk pertentangan antara lain :

a) Tambahnya solidaritas “in-group”, atau

b) Mungkin yang sebaiknya terjadi, yaitu goyah dan retaknya persatuan kelompok

c) Perubahan kepribadian

d) Akomodasi, dominasi, dan takluknya satu pihak tertentu.

d. Akomodasi (accomodation)

Menurut Gillin dan Gillin akomodasi adalah suatu pengertian yang dpergunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada suatu proses di mana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya.

Tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu:

a) Untuk mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham. Akomodasi disini bertujuan untuk menghasilkan suatu sintesa antara kedua pendapat tersebut, agar menghasilkan suatu pola yang baru.

b) Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau secara temporer.

c) Untuk memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok-kelompok sosial yang hidupnya terpisah sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem berkasta.

d) Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah, misalnya lewat perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti luas.

DAFTAR PUSTAKA

Sukanto, S. Pengantar Sosoilogi (edisi terbaru). Jakarta: Rajawali Press, 1982.